Laman

Sabtu, 17 Maret 2012

Sejarah Geodesi di Indonesia

Pada abad 18 pengetahuan tentang pendalaman pulau jawa sangat kurang, terlebih daerah diluar Jawa. Pada saat pemerintahan Gouverneur General Daendels, diletakan dasar untuk pengukuran di pulau jawa. Pada tahun 1809 diangkat juru-juru ukur yang diambil sumpah untuk mengisi personil dalam organisasi “Biro Zeni” dalam gerakan-gerakan militer. Semua pejabat militer dan sipil mendapat instruksi untuk mengadakan pengukuran dan pemetaan, terutama kepada para perwira Zeni diberi tugas pengukuran dan waterpassingdengan menggunakan peta-peta laut sebagai dasar pembuatan peta. Setelah selesai peperangan di Jawa (Perang diponegoro tahun 1825-1830) timbul kebutuhan yang meningkat akan kebutuhan data geografi dan peta topografi yang lebih lengkap dari wilayah Hindia Belanda terutama ditujukan untuk pembuatan peta pertahanan Pulau Jawa. Pada awal abad ke-19 di Eropa terdapat anggapan bahwa pekerjaan pengukuran triangulasi harus dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pekerjaan pemetaan. Anggapan ini baru dianut di Indonesia pada akhir abad ke-19, walaupun antara tahun 1839 hingga tahun 1848 Junghuhn telah membuat triangulasi pertama di Indonesia yang dijadikan dasar untuk pengukuran dan pemetaan di Pulau Jawa. Dari hasil pengukuran yang dilakukan dapat dihasilkan tiga peta dengan skala peta yang bervariasi. Peta-peta buatan Junghuhn tersebut tidak pernah dicetak, sebab disusul oleh pembuatan peta dengan skala 1 : 70 000 oleh Vander Welde tahun 1845, dan peta buatan Leclerq pada tahun 1850 dengan skala peta 1 : 100 000. Pemerintah Hindia Belanda semula merencanakan pengukuran dan pemetaan detail sekitar daerah Batavia (Jakarta) dan Buiterzorg (Bogor), namun segera diputuskan pemetaan topografi pertama dimulai di daerah residensi Batavia (tahun 1849-1853) olehTopografisch Bureau sebagai bagian dari Corps Genie. Hasil pekerjaan pengukuran dan pemetaan dengan skala peta 1 : 10 000 dan 1: 50 000 (hasil perkecilan skala peta) telah memperjelas manfaat serta kegunaan peta. Setelah selesai pemetaan di sekitar Batavia, proses pemetaan di Pulau Jawa diperluas lagi hingga ke Keresidenan Cirebon. Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Prof. Ir. J.H.G Schepers pada sidang umum International Union of Geodesy and Geophysics (IUGG) pada tahun 1931, dapat dibaca tentang sejarah pemetaan topografi di Indonesia pada masa lalu. Pada tahun 1850 dibentuklah Dinas Geografi (Geografische Dients) sebagai bagian dari angkatan laut dengan tugas untuk menetapkan posisi geografi dari berbagai stasiun di Indonesia dengan pengamatan bintang. Pada tahun 1864 dibentuk Topografisch Bureau en der Militaire Verkeuningen di bawah kesatuan Zeni dengan tugas pengukuran topografi di Pulau Jawa. Pada tahun 1874 Bureau ini dialihkan menjadi Topografische Dients (Dinas Topografi) di bawah staf umum angkatan darat, pada tahun 1907 dipisahkan lagi dari staf umum untuk menjadi bagian yang berdiri sendiri yang dikenal dengan nama “IXde Afdeeling van let Department van Oorlog” (Afdeeling ke-9 dari departemen peperangan) atau lazim disebut dinas topografi militer. Pada tahun 1857, Dr. Oudemans (Guru besar Astronomi pada universitas Utrecth) datang ke Indonesia dan meyakinkan perlunya triangulasi yang teratur untuk pemetaan topografi yang sekaligus dapat dimanfaatkan untuk keperluan ilmiah didalam menentukan dimensi bumi. Pada tahun 1862 triangulasi pulau jawa dimulai dibawah pimpinan Dr. Oudemans sendiri dan selesai pada tahun 1880, sesudah dinas geografi dibubarkan. Pekerjaan triangulasi ini dikerjakan setelah pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk memulai pemetaan sistematik di Indonesia yang dimulai dari pulau Jawa dan Madura, serta dilakukan oleh pemerintah sendiri (Governments Besluit No 10 tanggal 25 Desember 1853). Pada tahun 1883 dibentuk brigade triangulasi sebagai bagian dari dinas topografi militer untuk meneruskan pekerjaan triangulasi di pulau Sumatera dan pulau-pulau lainnya. Brigade ini dipimpin oleh Dr. J.J.A Mueller. Sejak tahun 1913 Brigade dipimpin oleh Prof. Ir. J.H.G. Schepers dan diserahi tugas survey geodesi untuk seluruh Kepulauan Indonesia (triangulasi, pengamatan astronomi, sipat datar teliti di Jawa ). Menjelang pecahnya perang Dunia II, pimpinan Brigade Triangulasi adalah Prof. Ir. P.H. Poldevaart, sehingga praktis pimpinan dan staf Brigade ini (merupakan bagian terpenting pada dinas topografi militer) adalah sarjana-sarjana yang berstatus pegawai sipil (burgelijk ambtenaar). Selama perang Dunia II dimana pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang. KantorTopographische Dients dipindahkan dari Jakarta ke Bandung dengan nama kantor diubah menjadi Sokuryo Kyoku yang berarti kantor pengukuran. Pada tanggal 28 September 1945 setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Sokuryo Kyoku direbut dari tangan Jepang, dan diubah namanya menjadi Jawatan Topografi Republik Indonesia dipimpin oleh Ir. Soetomo Wongsotjitro (kemudian dikenal sebagai Guru Besar pada bagian geodesi, Fak. Teknik Universitas Indonesia) yang bernaung dibawah Kementrian Pertahanan. Hal ini ditetapkan dengan ketetapan pemerintah Republik Indonesia No. 46 tanggal 26 April 1946, kedudukan Jawatan ini bermula ada di Malang kemudian pindah ke Solo pada tahun 1947, dan akhirnya pindah ke Yogyakarta pada tahun 1949. Berdasrkan surat keputusan KASAD No. Skep/691/VII/1986, tanggal 26 April 1946 ditetapkan sebagai hari lahir Corp Topografi TNI-AD. Pada saat yang sama pemerintah Belanda menduduki sebagaian daerah Republik Indonesia membentuk kembaliTopografische Dients KNIL (Tentara kerajaan Hindia Belanda) dengan balai Geodesi di Bandung (1947), balai Geografi, dan balai Fotogrametri di Jakarta (1947). Balai Geodesi ini melanjutkan pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan oleh Brigade Triangulasi. Pada tanggal 17 Juni 1950, Jawatan Topografi Republik Indonesia mengambil alih Topografische Dients KNIL beserta semua lembaga-lembaga yang ada, sehingga di Indonesia hanya ada satu lembaga pemetaan topografi dibawah Kementrian Pertahanan yang berkedudukan di Jakarta (semula bernama Direktorat Topografi Angkatan Darat kemudian diganti menjadi Jawatan Topografi Angkatan Darat). Sejak tahun 1950 praktis tidak ada pemetaan baru. Pekerjaan dengan anggaran yang sangat terbatas hanya meliputi revisi peta-peta lama serta kompilasi peta-peta skala kecil (1:250 000 dan 1:1 000 000). Pekerjaan triangulasi adalah melanjutkan triangulasi di Nusa Tenggara Timur dan beberapa pengukuran Laplace. Pada tanggal 31 Maret 1951 dengan peraturan pemerintah No. 23 Tahun 1951 tentang pejabat-pejabat hidrografi pelayaran sipil, memutuskan bahwa di Indonesia terdapat dua pejabat Hidrografi yaitu pejabat hidrografi sipil yang bernama :  Bagian Hidrografi dan menjadi bagian dari Jawatan Pelayaran, Kementerian Perhubungan.  Bagian Hidrografi angkatan laut, yang menjadi bagian staf angkatan laut. Selanjutnya melalui Kepres No. 164 Tahun 1960, bagian Hidrografi dari Jawatan Pelayaran kementerian perhubungan digabungkan pada Jawatan Hidrografi Angkatan Laut. Pada tanggal 23 November 1951, dengan peraturan pemerintah No. 71 Tahun 1951 (Lembar Negara Nr. 116, 1951) membubarkan “Raad en Directorium loor het meet en kaarteerwezen” ( dibentuk berdasarkan ”Gouvermentsbesluit” tanggal 17 Januari 1948), dan menetapkan pembentukan ”Dewan Pengukuran dan Penggambaran Peta (Dewan Atlas)” yang bertugas mengkoordinasi segala pekerjaan pengukuran dan penggambaran peta diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia (pasal 2 dan 3). Peraturan pemerintah ini juga membentuk ”Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta” yang bertugas menyelenggarakan koordinasi dan menjalankan segala pekerjaan mengenai lapangan ilmu geodesi dan yang bersangkutan dengan itu. Kepala staf angkatan perang dan para Sekretaris Jenderal Kementerian Kehakiman, Perekonomian, Pertanian, Pekerjaan Umum dan Tenaga, atau wakil-wakilnya, karena jabatannya menjadi anggota Dewan. Kepala Jawatan Topografi dan Kepala Pendaftaran Tanah karena jabatannya menjadi anggota direktorium yang hadir dalam rapat dewan (pasal 6 dan 8). Sebagai ketua dewan adalah kepala staf Angkatan Perang. Pada tahun 1964 pemerintah Indonesia mengadakan pekerjaan survey dan pemetaan yang berhubungan dengan wilayah kekuasaan negara, yaitu dalam penertiban tapal batas internasional antara Irian Barat dengan Papua Nugini. Pada tahun 1966 dan 1967 dilaksanakan Expedisi Cendrawasih – II, yaitu pekerjaan mencari dan menandai meridian seperti yang disebutkan dalam perjanjian tapal batas antara delegasi Indonesia dengan Australia. Tim Indonesia terdiri atas unsur Dinas Geodesi dari Topografi AD yang dipimpin oleh Kolonel CZI Ir Pranoto Asmoro, dan ITB dibawah pimpinan Dr –Ing, Ir. J. Soenarjo. Batas wilayah Indonesia ini ditandai dengan 14 tugu perbatasan berupa piramida terpancung tinggi 160 cm memanjang dari utara ke selatan sampai Fly River pada meridian 1410 00’ 00” BT dab dari Fly River ke selatan pada posisi 1410 01’ 01” BT. Berdasarkan keputusan Presedium Kabinet Kerja Republik Indonesia No. Aa/D/37 1964 tanggal 28 April 1964, Pemerintah membubarkan panitia Atlas dengan membentuk Badan Atlas Nasional (BATNAS). Pada tanggal 17 September 1965 dengan Keputusan Presiden RI No 263 menetapkan Dewan Survey dan Pemetaan Nasional (DESURTANAL) serta pembentukan Komando Survey dan Pemetaan Nasional (KOSURTANAL) dengan tujuan agar diusahakan seminimum mungkin duplikasi usaha-usaha, pemborosan keuangan dan personil, dan pemanfaatan sebaik mungkin data teknis dan informasi yang dihimpun oleh berbagai instansi untuk kepentingan instansi yang memerlukannya. Komando ini sedikit banyak telah memberikan pengertian kepada pemerintah tentang artinya pemetaan nasional untuk kepentingan pembangunan dan pertahanan. Adanya BATNAS, DESURTANAL serta KOSURTANAL mencerminkan tidak adanya efisiensi dan penghematan dalam pengeluaran keuangan negara. Oleh karena itu dalam rangka penertiban aparatur pemerintahan, pemerintah memandang perlu untuk meninjau kembali kedudukan tugas dan fungsi badan-badan yang melakukan kegiatan dibidang survey dan pemetaan. Berdasarkan Keputusan Presiden No 83 tahun 1969 tanggal 17 Oktober 1969, maka dicabut Kepres RI No 263/1965 tentang pembentukan DESURTANAL dan KOSURTANAL, serta Keputusan Presidium Kabinet Kerja RI No Aa/D/37/1964 tentang pembentukan BATNAS, kemudian menetapkan pembentukan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional yang disingkat BAKOSURTANAL sebagai lembaga Non Departemen di bawah Presiden. Tugas BAKOSURTANAL adalah meneruskan usaha-usaha koordinasi guna mencapai effisiensi dan pemanfaatan semaksimum mungkin potensi nasional dalam bidang survey dan pemetaan disamping sebagai badan yang merencanakan dan melaksanakan program survey dasar sumber alam serta pemetaan nasional. Untuk pertama kalinya diangkat sebagai ketua BAKOSURTANAL adalah Ir.Pranoto Asmoro (Mayor Jenderal Purnawirawan TNI-AD).

Senin, 30 Januari 2012

ILMU UKUR TANAH

GEODESI MENCAKUP KAJIAN DAN PENGUKURAN LEBIH LUAS, TIDAK SEKEDAR PEMETAAN DAN PENENTUAN POSISI DI DARAT, NAMUN JUGA DIDASAR LAUT UNTUK BERBAGAI KEPERLUAN, JUGA PENENTUAN BENTUK DAN DEMENSI BUMI BAIK DENGAN PENGUKURAN DIBUMI DAN DENGAN BANTUAN PESAWAT UDARA, MAUPUN DENGAN SATELIT DAN SISTEM INFORMASINYA. ILMU UKUR TANAH DIDEFINISIKAN ILMU YANG MENGAJARKAN TENTANG TEKNIK-TEKNIK / CARA-CARA PENGUKURAN DIPERMUKAAN BUMI DAN BAWAH TANAH DALAM AREAL YANG TERBATAS (±20’-20’ ATAU 37 Km x 37 Km) UNTUK KEPERLUAAN PEMETAAN DLL. MENGINGAT AREAL YANG TERBATAS , MAKA UNSUR KELENGKUNGAN PERMUKAAN BUMI DAPAT DIABAIKAN SEHINGGA SISTEM PROYEKSINYA MENGGUNAKAN PROYEKSI ORTHOGONAL DIMANA SINAR-SINAR PROYEKTOR SALING SEJAJAR ATAU SATU SAMA LAIN DAN TEGAK LURUS BIDANG PROYEKSI. SEDANGKAN PADA PETA DAPAT DIDEFINISIKAN SEBAGAI GAMBARAN DARI SEBAGIAN PERMUKAAAN BUMI PADA BIDANG DATAR DENGAN SKALA DAN SISTEM PROYEKSI TERTENTU. UNTUK MEMUDAHKAN PENENTUAN SUATU WILAYAH, MAKA BUMI DIBATASI MENJADI GARIS BUJUR DAN GARIS LINTANG JENIS PETA Peta bisa dijeniskan berdasarkan isi, skala, penurunan serta penggunaannya. Peta berdasarkan isinya: 1. Peta hidrografi: memuat informasi tentang kedalaman dan keadaan dasar laut serta informasi lainnya yang diperlukan untuk navigasi pelayaran 2. Peta geologi: memuat informasi tentang keadaan geologis suatu daerah, bahan-bahan pembentuk tanah dll. Peta geologi umumnya juga menyajikan unsur peta topografi. 3. Peta kadaster: memuat informasi tentang kepemilikan tanah beserta batas dll-nya. 4. Peta irigasi: memuat informasi tentang jaringan irigasi pada suatu wilayah. 5. Peta jalan: memuat informasi tentang jejaring jalan pada suatu wilayah 6. Peta Kota: memuat informasi tentang jejaring transportasi, drainase, sarana kota dll-nya. 7. Peta Relief: memuat informasi tentang bentuk permukaan tanah dan kondisinya. 8. Peta Teknis: memuat informasi umum tentang tentang keadaan permukaan bumi yang mencakup kawasan tidak luas. Peta ini dibuat untuk pekerjaan perencanaan teknis skala 1 : 10 000 atau lebih besar. 9. Peta Topografi: memuat informasi umum tentang keadaan permukaan bumi beserta informasi ketinggiannya menggunakan garis kontur. Peta topografi juga disebut sebagai peta dasar. 10. Peta Geografi: memuat informasi tentang ikhtisar peta, dibuat berwarna dengan skala lebih kecil dari 1 : 100 000. PETA BERDASARKAN SKALANYA: 1. Peta skala besar: skala peta 1 : 10 000 atau lebih besar. 2. Peta skala sedang: skala peta 1 : 10 000 - 1 : 100 000. 3. Peta skala kecil: skala peta lebih kecil dari 1 : 100 000. PETA TANPA SKALA KURANG ATAU BAHKAN TIDAK BERGUNA. SKALA PETA MENUNJUKKAN KETELITIAN DAN KELENGKAPAN INFORMASI YANG TERSAJI DALAM PETA. PENULISAN SKALA PETA SKALA PETA DAPAT DINYATAKAN DALAM BEBERAPA CARA : 1. ANGKA PERBANDINGAN MISAL 1: 1.000.000 MENYATAKAN 1 cm atau 1 inch DI PETA SAMA DENGAN 1.000.000 cm/ inch DIPERMUKAAN BUMI 2. PERBANDINGAN NILAI MISAL 1 CM UNTUK 10 km 3. SKALA BAR ATAU SKALA GARIS GARIS INI DITETAPKAN ATAU DIGAMBARKAN DALAM PETA DAN DIBAGI-BAGI DALAM INTERVAL YANG SAMA, SETIAP INTERVAL MENYATAKAN BESARAN PANJANG YANG TERTENTU. PADA UJUNG LAIN, BIASANYA SATU INTERVAL DIBAGI-BAGI LAGI MENJADI BAGIAN YANG LEBIH KECIL DENGAN TUJUAN AGAR PEMBACA PETA DAPAT MENGUKUR PANJANG DALAM PETA SECARA LEBIH TELITI. PETA BERDASARKAN PENURUNAN DAN PENGGUNAAN Peta dasar: digunakan untuk membuat peta turunan dan perencanaan umum maupun pengembangan suatu wilayah. Peta dasar umunya menggunakan peta topografi. Peta tematik: dibuat atau diturunkan berdasarkan peta dasar dan memuat tema-tema tertentu. ARTI PENTING PETA (IUT) DALAM TEKNIK SIPIL (REKAYASA) INFORMASI YANG TERDAPAT DALAM PETA: 1. MERUPAKAN MINIATUR BENTANG ALAM DARI DAERAH YANG TERPETAKAN 2. JARAK, ARAH, BEDA TINGGI DAN KEMIRINGAN DARI SATU TEMPAT KE TEMPAT LAINYA 3. ARAH ALIRAN AIR PERMUKAAN DAN DAERAH TANGKAPAN HUJAN 4. UNSUR-UNSUR ATAU OBYEK YANG TERGAMBAR DI LAPANGAN 5. PERKIRAAN LUAS SUATU WILAYAH 6. POSISI SUATU TEMPAT SECARA RELATIF 7. JARINGAN JALAN DAN TINGKAT ATAU KELASNYA 8. PENGGUNAAN LAHAN, DLL. JENIS PENGUKURAN PENGUKURAN UNTUK PEMBUATAN PETA BISA DIKELOMPOKKAN BERDASARKAN CAKUPAN ELEMEN ALAM, TUJUAN, CARA ATAU ALAT DAN LUAS CAKUPAN PENGUKURAN. Berdasarkan alam:  Pengukuran daratan (land surveying): antara lain pengukuran topografi, untuk pembuatan peta topografi, dan pengukuran kadaster, untuk membuat peta kadaster.  Pengukuran perairan (marine or hydrographic surveying): antara lainpengukuran muka dasar laut, pengukuran pasang surut, pengukuran untuk pembuatan pelabuhan dll-nya.  Pengukuran astronomi (astronomical survey): untuk menentukan posisi di muka bumi dengan melakukan pengukuran-pengukuran terhadap benda langit. Berdasarkan tujuan: • Pengukuran teknik sipil (engineering survey): untuk memperoleh data dan peta pada pekerjaan-pekerjaan teknik sipil. • Pengukuran untuk keperluan militer (miltary survey). • Pengukuran tambang (mining survey). • Pengukuran geologi (geological survey). • Pengukuran arkeologi (archeological survey). Berdasarkan cara dan alat: a. Pengukuran triangulasi, b. Pengukuran trilaterasi, c. Pengukuran polygon, d. Pengukuran offset, e. Pengukuran tachymetri, f. Pengukuran meja lapangan, g. Aerial survey, h. Remote Sensing, dan i. GPS. a, b, c dan i untuk pengukuran kerangka dasar, d, e, f, g dan h untuk pengukuran detil. Berdasarkan luas cakupan daerah pengukuran: Pengukuran tanah (plane surveying) atau ilmu ukur tanah dengan cakupan pengukuran 37 km x 37 km. Rupa muka bumi bisa dianggap sebagai bidang datar. Pengukuran geodesi (geodetic surveying) dengan cakupan yang luas. Rupa muka bumi merupakan permukaan lengkung. PENGUKURAN DAN PEMETAAN DALAM DAUR PEKERJAAN TEKNIK SIPIL BANGUNAN-BANGUNAN TEKNIK SIPIL BUKANLAH SISTEM YANG MATI. JARINGAN JALAN MISALNYA, MERUPAKAN SISTEM YANG MEMPUNYAI DAUR HIDUP, YAITU MEMPUNYAI UMUR RENCANA DENGAN ANGGAPAN-ANGGAPAN TERTENTU, MISALNYA VOLUME LALU-LINTAS YANG SELALU BERUBAH DARI WAKTU KE WAKTU. URUTAN DAUR PENGEMBANGAN SEBETULNYA TIDAK HARUS BERUPA LANGKAH DESKRIT DARI AWAL TERUS SELESAI, TETAPI LEBIH MENYERUPAI PROSES YANG MELINGKAR DAN MUNGKIN MELONCAT. PROSES PEMETAAN TERISTRIS PEMETAAN TERISTRIS ADALAH PROSES PEMETAAN YANG PENGUKURANNYA LANGSUNG DILAKUKAN DIPERMUKAAN BUMI DENGAN PERALATAN TERTENTU. WAHANA PEMETAAN TIDAK HANYA DAPAT DILAKUKAN SECARA TERISTRIS, NAMUN DAPAT PULA SECARA FOTOGRAMETIS (FOTO UDARA), RADARGRAMETRIS (BERBEDA PANJANG GELOMBANG DGN FOTOGRAMETRIS), VIDEOGRAFIS, TEKNOLOGI SATELIT DSB. DASAR PEMILIHAN WAHANA PEMILIHAN WAHANA TERSEBUT TERGANTUNG DARI : 1. TUJUAN PEMETAAN 2. TINGKAT KERINCIAAN OBYEK YANG HARUS DISAJIKAN 3. CAKUPAN WILAYAH YANG DIPETAKAN.

Minggu, 22 Januari 2012

Sosok Ulama yang Dirindukan Umat

Suatu hari, ulama terkemuka bernama Imam Nawawi dipanggil Raja azh-Zhahir Bebris untuk menandatangani sebuah fatwa. Imam Nawawi yang bertubuh kurus dan berpakaian sangat sederhana pun datang memenuhi undangan sang raja. Tanda tanganilah fatwa ini, perintah Raja Bebris sembari meremehkan. Imam Nawawi membacanya dan menolak untuk membubuhkan tanda tangan. Raja pun marah dan bertanya, Mengapa? Imam Nawawi menjawab, Karena fatwa ini berisi kezaliman yang nyata. Raja semakin murka, Pecat ia dari semua jabatannya! Para pembantu raja berkata, Ia tidak punya jabatan sama sekali. Raja sebenarnya ingin membinasakanya, akan tetapi Allah menghalanginya. Mengapa baginda tak membunuhnya, padahal dia sudah bersikap demikian? tanya para pembantu raja. Demi Allah, aku sangat segan padanya, jawab sang raja. Kisah di atas menggambarkan betapa Imam Nawawi sebagai seorang ulama dan guru umat berani mengatakan kebenaran di depan penguasa zalim. Secara tegas, Imam Nawawi menolak fatwa yang berisi rencana pemerintah yang hendak memungut infak wajib dari masyarakat demi keberlangsungan roda pemerintahan. Padahal, ketika itu para pejabat dan keluarganya hidup bersenang-senang dengan memakai perhiasan berlebih serta menggunakan fasilitas negara seenaknya, sementara rakyatnya hidup dalam kesusahan. Keberanian Imam Nawawi patut kita jadikan teladan. Ia adalah sosok guru yang berani mengungkapkan pendapatnya yang berseberangan dengan keinginan penguasa zalim. Sosok ulama dan guru seperti inilah yang saat ini kita butuhkan. Tokoh seperti inilah yang layak dijadikan wakil rakyat, yang dapat membela dan menyampaikan aspirasi rakyat, bukan sebaliknya. Imam Nawawi adalah sosok guru yang zuhud, wara, takwa, sederhana, kanaah, serta berwibawa. Ia menggunakan banyak waktu dalam ketaatan. Ia sering tidak tidur malam untuk ibadah atau menulis, juga menegakkan amar makruf nahi munkar, termasuk kepada para penguasa. Sering kali ia menulis surat berisi nasihat untuk pemerintah dan pejabat dengan menggunakan tutur kata yang baik. Masyarakat yang sezaman dengan imam Nawawi memberinya gelar Muhyiddin (yang menghidupkan agama). Ia adalah sosok ulama dan guru umat yang diidam-idamkan. Ya Allah, utuslah kepada kami guru yang benar-benar pewaris para nabi kenegeri kami tercinta. Amin.

Selasa, 22 November 2011

Pengukuran dan Pemetaan Titik Dasar Teknik

>>> Titik-titik dasar teknik diperlukan sebagai kerangka dasar referensi nasional. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa titik-titik ini diperlukan untuk pemetaan bidang tanah secara nasional, di mana letak, ukuran, luas dan dimensi lain dari suatu bidang tanah dapat diketahui dan direkonstruksi secara tepat dan akurat. >>> Tingkatan titik dasar teknik dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu: titik dasar orde 0, orde 1, orde 2, orde 3, dan orde 4. Titik dasar orde 0 dan 1 dilaksanakan dan dibangun oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Titik dasar orde 2 dan 3 dilaksanakan oleh BPN Pusat, sedangkan titik dasar orde 3 dapat dilaksanakan oleh Kantor Wilayah BPN Propinsi, dan titik dasar orde 4 umumnya dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Pengukuran titik dasar teknik orde 2, 3, dan 4 dilaksanakan dengan menggunakan metoda pengamatan satelit atau metoda lainnya. Metoda yang dimaksud adalah penentuan posisi dengan Global Positioning System (GPS). Sedangkan penetapan titik dasar teknik orde 4 umumnya dilaksanakan melalui pengukuran terestris dengan cara perapatan dari titik-titik dasar orde 3. >>> GPS adalah sistem penentuan posisi dan radio navigasi berbasis satelit yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus (simultan) dan dalam segala keadaan cuaca, memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi secara teliti, dan juga informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia. Dengan penghapusan Selective Availability (SA) pada sistem GPS oleh Amerika Serikat, maka ketelitian posisi absolut secara real time yang tinggi dapat meningkat secara signifikan. >>> Sistem koordinat nasional menggunakan koordinat proyeksi Transverse Mercator Nasional dengan lebar zone 3 derajat atau kemudian disebut TM-3 derajat. Sedangkan model matematik bumi sebagai bidang referensi adalah spheroid pada datum WGS-1984 (Sistem Koordinat Kartesian Terikat Bumi). Pusatnya berimpit dengan pusat massa bumi, sumbu Z-nya berimpit dengan sumbu putar bumi yang melalui CTP (Conventional Terrestrial Pole), sumbu X-nya terletak pada bidang meridian nol (Greenwich), dan sumbu Y-nya tegak lurus sumbu-sumbu X dan Z dan membentuk sistem tangan kanan. (Sumber: PMNA/KaBPN No.3 Tahun 1997 dan DR. Hasanuddin Z. Abidin: Penentuan Posisi Dengan GPS dan Aplikasinya; Penghapusan SA pada Sistem GPS dan Dampaknya Bagi Survei dan Pemetaan). Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah >>> Melalui pengikatan kepada titik-titik dasar orde 4, maka dilaksanakan pengukuran tanah bidang per bidang. Bidang-bidang tanah hasil pengukuran kemudian dipetakan dalam Peta Dasar Pendaftaran. Peta ini berskala 1:1000 atau lebih besar untuk daerah perkotaan, 1:2500 atau lebih besar untuk daerah pertanian, dan 1:10000 atau lebih kecil untuk daerah perkebunan besar. Peta ini harus mempunyai ketelitian planimetris lebih besar atau sama dengan 0,3 mm pada skala peta. >>> Sebelum suatu bidang tanah diukur, wajib dipasang dan ditetapkan tanda-tanda batasnya, setelah mendapat persetujuan dari pemilik tanah yang berbatasan langsung. Apabila sampai dilakukannya penetapan batas dan pengukuran bidang tanah tidak tercapai kesepakatan mengenai batas-batasnya (terjadi sengketa batas), maka ditetapkan batas sementara yang menurut kenyataannya merupakan batas bidang-bidang tanah yang bersangkutan. Kepada yang bersengketa diberitahukan agar menyelesaikannya melalui Pengadilan. >>> Pengukuran bidang tanah dapat dilakukan secara terestrial, fotogrametrik, atau metoda lainnya. Pengukuran terestris adalah pengukuran dengan menggunakan alat ukur theodolite berikut perlengkapannya seperti: pita ukur, bak ukur, electronic distance measurement (EDM), GPS receiver, dan lain sebagainya. >>> Adapun pemetaan secara fotogrametrik adalah pemetaan melalui foto udara (periksa foto simulasi di atas). Hasil pemetaan secara fotogrametrik berupa peta foto tidak dapat langsung dijadikan dasar atau lampiran penerbitan Sertipikat Hak atas Tanah. Pemetaan secara fotogrametrik tidak dapat lepas dari referensi pengukuran secara terestris, mulai dari penetapan ground controls (titik dasar kontrol) hingga kepada pengukuran batas tanah. Batas-batas tanah yang diidentifikasi pada peta foto harus diukur di lapangan.

Rabu, 12 Oktober 2011

MBAH DULLAH

Berkenaan dengan haul Simbah KH. Abdullah Salam Kajen, rahimahuLlah, aku turunkan kembali tulisanku saat itu. Saat kudengar kepulangan orang hebat ini ke hadirat Ilahi 25 Sya'ban 1422. Mudah-mudahan ada manfaatnya. MBAH DULLAH Di Surabaya, dalam perjalanan pulang dari Jember, saya mendapat telpon dari anak saya bahwa Mbah Dullah, KH. Abdullah Salam Kajen, telah pulang ke rahamtuLlah. Innaa liLlahi wainnaa ilaiHi raaji’uun! Dikabarkan juga, berdasarkan wasiat almarhum walmaghfurlah, jenazah beliau akan langsung dikebumikan sore hari itu juga. SubhanaLlah! Selalu saja setiap kali ada tokoh langka yang dicintai banyak orang meninggal, saya merasa seperti anak-anak yang terpukul, lalu hati kecil bicara yang tidak-tidak. Seperti kemarin itu ketika mendengar Mbah Dullah wafat, secara spontan hati kecil saya ‘gerundel’: “Mengapa bukan koruptor dan tokoh-tokoh jahat yang sibuk pamer gagah tanpa mempedulikan kepentingan orang banyak itu yang dicabut nyawanya? Mengapa justru orang baik yang dicintai masyarakat seperti mbah Dullah yang dipanggil?” Astaghfirullah! Sepanjang perjalanan itu pun saya terus diam dengan pikiran mengembara. Kenangan demi kenangan tentang pribadi mulia mbah Dullah, kembali melela bagai gambar hidup. Berperawakan gagah. Hidung mancung. Mata menyorot tajam. Kumis dan jenggotnya yang putih perak, menambah wibawanya. Hampir selalu tampil dengan pakaian putih-putih bersih, menyempurnakan kebersihan raut mukanya yang sedap dipandang. Melihat penampilan dan rumahnya yang tidak lebih baik dari gotakan tempat tinggal santri-santrinya, mungkin orang akan menganggapnya miskin; atau minimal tidak kaya. Tapi tengoklah; setiap minggu sekali pengajiannya diikuti oleh ribuan orang dari berbagai penjuru dan … semuanya disuguh makan. Selain pengajian-pengajian itu, setiap hari beliau menerima tamu dari berbagai kalangan yang rata-rata membawa masalah untuk dimintakan pemecahannya. Mulai dari persoalan keluarga, ekonomi, hingga yang berkaitan dengan politik. Bahkan pedagang akik dan minyak pun beliau terima dan beliau ‘beri berkah’ dengan membeli dagangan mereka. Ketika beliau masih menjadi pengurus (Syuriah) NU, aktifnya melebihi yang muda-muda. Seingat saya, beliau tidak pernah absen menghadiri musyawarah semacam Bahtsul masaail, pembahasan masalah-masalah yang berkaitan dengan agama, yang diselenggarakan wilayah maupun cabang. Pada saat pembukaan muktamar ke 28 di Situbondo, panitia meminta beliau –atas usul kiai Syahid Kemadu—untuk membuka Muktamar dengan memimpin membaca Fatihah 41 kali. Dan beliau jalan kaki dari tempat parkir yang begitu jauh ke tempat sidang, semata-mata agar tidak menyusahkan panitia. Semasa kondisi tubuh beliau masih kuat, beliau juga melayani undangan dari berbagai daerah untuk memimpin khataman Quran, menikahkan orang, memimpin doa, dsb. Ketika kondisi beliau sudah tidak begitu kuat, orang-orang pun menyelenggarakan acaranya di rumah beliau. Saya pernah kebetulan sowan, agak kaget di rumah beliau ternyata banyak sekali orang. Belakangan saya ketahui bahwa Mbah Dullah sedang punya gawe. Menikahkan tiga pasang calon pengantin dari berbagai daerah. Mbah Dullah, begitu orang memanggil kiai sepuh haamilul Qur’an ini, meskipun sangat disegani dan dihormati termasuk oleh kalangan ulama sendiri, beliau termasuk kiai yang menyukai musyawarah. Beliau bersedia mendengarkan bahkan tak segan-segan meminta pendapat orang, termasuk dari kalangan yang lebih muda. Beliau rela meminjamkan telinganya hingga untuk sekedar menampung pembicaraan-pembicaraan sepele orang awam. Ini adalah bagian dari sifat tawaduk dan kedermawanan beliau yang sudah diketahui banyak orang. Tawaduk atau rendah hati dan kedermawanan adalah sikap yang hanya bisa dijalani oleh mereka yang kuat lahir batin, seperti Mbah Dullah. Mereka yang mempunyai (sedikit) kelebihan, jarang yang mampu melakukannya. Mempunyai sedikit kelebihan, apakah itu berupa kekuatan, kekuasaan, kekayaan, atau ilmu pengetahuan, biasanya membuat orang cenderung arogan atau minimal tak mau direndahkan. Rendah hati berbeda dengan rendah diri. Berbeda dengan rendah hati yang muncul dari pribadi yang kuat, rendah diri muncul dari kelemahan. Mbah Dullah adalah pribadi yang kuat dan gagah luar dalam. Kekuatan beliau ditopang oleh kekayaan lahir dan terutama batin. Itu sebabnya, disamping dermawan dan suka memberi, Mbah Dullah termasuk salah satu –kalau tidak malah satu-satunya – kiai yang tidak mudah menerima bantuan atau pemberian orang, apalagi sampai meminta. Pantangan. Seolah-olah beliau memang tidak membutuhkan apa-apa dari orang lain. Bukankah ini yang namanya kaya? Ya, mbah Dullah adalah tokoh yang mulai langka di zaman ini. Tokoh yang hidupnya seolah-olah diwakafkan untuk masyarakat. Bukan saja karena beliau punya pesantren dan madrasah yang sangat berkualitas; lebih dari itu sepanjang hidupnya, mbah Dullah tidak berhenti melayani umat secara langsung maupun melalui organisasi (Nahdlatul Ulama). Mungkin banyak orang yang melayani umat, melalui organanisi atau langsung; tetapi yang dalam hal itu, tidak mengharap dan tidak mendapat imbalan sebagaimana mbah Dullah, saya rasa sangat langka saat ini. Melayani bagi mbah Dullah adalah bagian dari memberi. Dan memberi seolah merupakan kewajiban bagi beliau, sebagaimana meminta –bahkan sekedar menerima imbalan jasa-- merupakan salah satu pantangan utama beliau. Beliau tidak hanya memberikan waktunya untuk santri-santrinya, tapi juga untuk orang-orang awam. Beliau mempunyai pengajian umum rutin untuk kaum pria dan untuk kaum perempuan yang beliau sebut dengan tawadluk sebagai ‘belajar bersana’. Mereka yang mengaji tidak hanya beliau beri ilmu dan hikmah, tapi juga makan setelah mengaji. Pernah ada seorang kaya yang ikut mengaji, berbisik-bisik: “Orang sekian banyaknya yang mengaji kok dikasi makan semua, kan kasihan kiai.” Dan orang ini pun sehabis mengaji menyalami mbah Dullah dengan salam tempel, bersalaman dengan menyelipkan uang. Spontan mbah Dullah minta untuk diumumkan, agar jamaah yang mengaji tidak usah bersalaman dengan beliau sehabis mengaji. “Cukup bersalaman dalam hati saja!” kata beliau. Konon orang kaya itu kemudian diajak beliau ke rumahnya yang sederhana dan diperlihatkan tumpukan karung beras yang nyaris menyentuh atap rumah, “Lihatlah, saya ini kaya!” kata beliau kepada tamunya itu. Memang hanya hamba yang fakir ilaLlah-lah, seperti mbah Dullah, yang sebenar-benar kaya. Kisah lain; pernah suatu hari datang menghadap beliau, seseorang dari luar daerah dengan membawa segepok uang ratusan ribu. Uang itu disodorkan kepada mbah Dullah sambil berkata: “Terimalah ini, mbah, sedekah kami ala kadarnya.” “Di tempat Sampeyan apa sudah tak ada lagi orang faqir?” tanya mbah Dullah tanpa sedikit pun melihat tumpukan uang yang disodorkan tamunya, “kok Sampeyan repot-repot membawa sedekah kemari?” “Orang-orang faqir di tempat saya sudah kebagian semua, mbah; semua sudah saya beri.” “Apa Sampeyan menganggap saya ini orang faqir?” tanya mbah Dullah. “Ya enggak, mbah …” jawab si tamu terbata-bata. Belum lagi selesai bicaranya, mbah Dullah sudah menukas dengan suara penuh wibawa: “Kalau begitu, Sampeyan bawa kembali uang Sampeyan. Berikan kepada orang faqir yang memerlukannya!” Kisah yang beredar tentang ‘sikap kaya’ mbah Dullah semacam itu sangat banyak dan masyhur di kalangan masyarakat daerahnya. Mbah Dullah ‘memiliki’, di samping pesantren, madrasah yang didirikan bersama rekan-rekannya para kiai setempat. Madrasah ini sangat terkenal dan berpengaruh; termasuk –kalau tidak satu-satunya— madrasah yang benar-benar mandiri dengan pengertian yang sesungguhnya dalam segala hal. 32 tahun pemerintah orde baru tak mampu menyentuhkan bantuan apa pun ke madrasah ini. Orientasi keilmuan madrasah ini pun tak tergoyahkan hingga kini. Mereka yang akan sekolah dengan niat mencari ijazah atau kepentingan-kepentingan di luar ‘menghilangkan kebodohan’, jangan coba-coba memasuki madrasah ini. Ini bukan berarti madrasahnya itu tidak menerima pembaruan dan melawan perkembangan zaman. Sama sekali. Seperti umumnya ulama pesantren, beliau berpegang kepada ‘Al-Muhaafadhatu ‘alal qadiemis shaalih wal akhdzu bil jadiedil ashlah’, Memelihara yang lama yang relevan dan mengambil yang baru yang lebih relevan. Hal ini bisa dilihat dari kurikulum, sylabus, dan matapelajaran-matapelajaran yang diajarkan yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Singkat kata, sebagai madrasah tempat belajar, madrasah mbah Dullah mungkin sama saja dengan yang lain. Yang membedakan ialah karakternya. Agaknya mbah Dullah –rahimahuLlah — melalui teladan dan sentuhannya kepada pesantren dan madrasahnya, ingin mencetak manusia-manusia yang kuat ‘dari dalam’; yang gagah ‘dari dalam’; yang kaya ‘dari dalam’; sebagaimana beliau sendiri. Manusia yang berani berdiri sendiri sebagai khalifah dan hanya tunduk menyerah sebagai hamba kepada Allah SWT. Bila benar; inilah perjuang yang luar biasa berat. Betapa tidak? Kecenderungan manusia di akhir zaman ini justru kebalikan dari yang mungkin menjadi obsesi mbah Dullah. Manusia masa kini justru seperti cenderung ingin menjadi orang kuat ‘dari luar’; gagah ‘dari luar’; kaya ‘dari luar’, meski terus miskin di dalam. Orang menganggap dirinya kuat bila memiliki sarana-sarana dan orang-orang di luar dirinya yang memperkuat; meski bila dilucuti dari semua itu menjadi lebih lemah dari makhluk yang paling lemah. Orang menganggap dirinya gagah bila mengenakan baju gagah; meski bila ditelanjangi tak lebih dari kucing kurap. Orang menganggap dirinya kaya (GusMus.Net)

Jumat, 16 September 2011

Al-Biruni sang ‘Bapak Geodesi’

”Dia adalah salah satu ilmuwan terbesar dalam seluruh sejarah manusia.” Begitulah AI Sabra menjuluki Al-Biruni — ilmuwan Muslim serba bisa dari abad ke-10 M. Bapak Sejarah Sains Barat, George Sarton pun begitu mengagumi kiprah dan pencapaian Al-Biruni dalam beragam disiplin ilmu. ”Semua pasti sepakat bahwa Al-Biruni adalah salah seorang ilmuwan yang sangat hebat sepanjang zaman,” cetus Sarton. Bukan tanpa alasan bila Sarton dan Sabra mendapuknya sebagai seorang ilmuwan yang agung. Sejatinya, Al-Biruni memang seorang saintis yang sangat fenomenal. Sejarah mencatat, Al-Biruni sebagai sarjana Muslim pertama yang mengkaji dan mempelajari tentang seluk beluk India dan tradisi Brahminical. Dia sangat intens mempelajari bahasa, teks, sejarah, dan kebudayaan India.
Kerja keras dan keseriusannya dalam mengkaji dan mengeksplorasi beragam aspek tentang India, Al-Biruni pun dinobatkan sebagai ‘Bapak Indologi’ — studi tentang India. Tak cuma itu, ilmuwan dari Khawarizm, Persia itu juga dinobatkan sebagai ‘Bapak Geodesi’. Di era keemasan Islam, Al-Biruni ternyata telah meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuan tertua yang berhubungan dengan lingkungan fisik bumi.
Selain itu, Al-Biruni juga dinobatkan sebagai ‘antropolog pertama’ di seantero jagad. Sebagai ilmuwan yang menguasai beragam ilmu, Al-Biruni juga menjadi pelopor dalam berbagai metode pengembangan sains. Sejarah sains mencatat, ilmuwan yang hidup di era kekuasaan Dinasti Samanid itu merupakan salah satu pelopor merote saintifik eksperimental.
Dialah ilmuwan yang bertanggung jawab untuk memperkenalkan metode eksperimental dalam ilmu mekanik. Al-Biruni juga tercatat sebagai seorang perintis psikologi eksperimental. Dia juga merupakan saintis pertama yang mengelaborasi eksperimen yang berhubungan dengan fenomena astronomi. Sumbangan yang dicurahkannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan sungguh tak ternilai.
Al-Biruni pun tak hanya menguasai beragam ilmu seperti; fisika, antropologi, psikologi, kimia, astrologi, sejarah, geografi, geodesi, matematika, farmasi, kedokteran, serta filsafat. Dia juga turun memberikan kontrbusi yang begitu besar bagi setiap ilmu yang dikuasainya itu. Dia juga mengamalkan ilmu yang dikuasainya dengan menjadi seorang guru yang sangat dikagumi para muridnya.
Ilmuwan kondang itu bernama lengkap Abu Rayhan Muhammed Ibnu Ahmad Al-Biruni. Dia terlahir menjelang terbit fajar pada 4 September 973 M di kota Kath – sekarang adalah kota Khiva – di sekitar wilayah aliran Sungai Oxus, Khwarizm (Uzbekistan). Sejarah masa kecilnya tak terlalu banyak diketahui. Dalam biografinya, Al-Biruni mengaku sama sekali tak mengenal ayahnya, hanya sedikit mengenal tentang kakeknya.
Selain menguasai beragam ilmu pengetahuan, Al-Biruni juga fasih sederet bahasa seperti Arab, Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi, dan Suriah. Al-Biruni muda menimba ilmu matematika dan Astronomi dari Abu Nasir Mansur. Menginjak usia yang ke-20 tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya di bidang sains. Dia juga kerap bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina – ilmuwan besar Muslim lainnya yang begitu berpengaruh di Eropa.
Al-Biruni tumbuh dewasa dalam situasi politik yang kurang menentu. Ketika berusia 20 tahun, Dinasti Khwarizmi digulingkan oleh Emir Ma’mun Ibnu Muhammad, dari Gurganj. Saat itu, Al-Biruni meminta perlindungan dan mengungsi di Istana Sultan Nuh Ibnu Mansur. Pada tahun 998 M, Sultan dan Al-Biruni pergi ke Gurgan di Laut Kaspia. Dia tinggal di wilayah itu selama beberapa tahun.
Selama tinggal di Gurgan, Al-Biruni telah menyelesaikan salah satu karyanya yakni menulis buku berjudul The Chronology of Ancient Nations. Sekitar 11 tahun kemudian, Al-Biruni kembali ke Khwarizmi. Sekembalinya dari Gurgan dia menduduki jabatan yang terhormat sebagai penasehat sekaligus pejabat istana bagi penggati Emir Ma’mun. Pada tahun 1017 M, situasi politik kembali bergolak menyusul kematian anak kedua Emir Ma’mun akibat pemberontakan.
Khwarizmi pun diinvasi oleh Mahmud Ghazna pada tahun 1017 M. Mahmud lalu membawa para pejabat Istana Khwarizmi untuk memperkuat kerjaannya yang bermarkas di Ghazna, Afghanistan. AL-Biruni merupakan salah seorang ilmuwan dan pejabat istana yang ikut diboyong. Selain itu, ilmuwan lainnya yang dibawa Mahmud ke Ghazna adalah matematikus, Ibnu Iraq, dan seorang dokter, Ibnu Khammar.
Untuk meningkatkan prestise istana yang dipimpinnya, Mahmud sengaja menarik para sarjana dan ilmuwan ke Istana Ghazna. Mahmud pun melakukan beragam cara untuk mendatangkan para ilmuwan ke wilayah kekuasaannya. Ibnu Sina juga sempat menerima undangan bernada ancaman dari Mahmud agar datang dan mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya di istana Ghazna.
Meski Mahmud terkesan memaksa, namun Al-Biruni menikmati keberadaannya di Ghazna. Di istana itu, dia dihormati dan dengan leluasa bisa mengembangkan pengetahuan yang dikuasainya. Salah satu tugas Al-Biruni adalah menjadi astrolog isatana bagi Mahmud dan penggantinya.
Pada tahun 1017 M hingga 1030 M, Al-Biruni mendapat kesempatan untuk melancong ke India. Selama 13 tahun, sang ilmuwan Muslim itu mengkaji tentang seluk beluk India hingga melahirkan apa yang disebut indologi atau studi tentang India. Di negeri Hindustan itu, Al-Biruni mengumpulkan beragam bahan bagi penelitian monumental yang dilakukannya. Dia mengorek dan menghimpun sejarah, kebiasaan, keyakian atau kepecayaan yang dianut masyarakat di sub-benua India.
Selama hidupnya, dia juga menghasilkan karya besar dalam bidang astronomi lewat Masudic Canonyang didedikasikan kepada putera Mahmud bernama Ma’sud. Atas karyanya itu, Ma’sud menghadiahkan seekor gajah yang bermuatan penuh dengan perak. Namun, Al-Biruni mengembalikan hadiah yang diterimanya itu ke kas negara.
Sebagai bentuk penghargaan, Ma’sud juga menjamin Al-Biruni dengan uang pensiun yang bisa membuatnya tenang beristirahat serta terus mengembangkan ilmu pengetahuan. Dia juga berhasil menulis buku astrologi berjudul The Elements of Astrology. Selain itu, sang ilmuwan itu pun menulis sederet karya dalam bidang kedokteran, geografi, serta fisika. Al-Biruni wafat di usia 75 tahun tepatnya pada 13 Desember 1048 M di kota Ghazna. Untuk tetap mengenang jasanya, para astronom mengabadikan nama Al-Biruni di kawah bulan.
Sumbangan Sang Ilmuwan
* Astronomi
”Dia telah menulis risalah tentang astrolabe serta memformulasi tabel astronomi untuk Sultan Ma’sud,”papar Will Durant tentang kontribusi Al-Biruni dalam bidang astronomi. Selain itu, Al-Biruni juga telah berjasa menuliskan risalah tentang planispheredan armillary sphere.Al-Biruni juga menegaskan bahwa bumi itu itu berbentuk bulat.
Al-Biruni tercatat sebagai astronom yang melakukan percobaan yang berhubungan dengan penomena astronomi. Dia menduga bahwa Galaksi Milky Way (Bima Sakti) sebagai kupulan sejumlah bintang. Pada 1031 M, dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat panjang berjudul Kitab Al-Qanun Al Mas’udi.
* Astrologi
Dia merupakan ilmuwan yang pertama kali membedakan istilah astronomi dengan astrologi. Hal itu dilakukannya pada abad ke-11 M. Dia juga menghasilkan beberapa karya yang penting dalam bidang astrologi.
*Ilmu Bumi
Al-Biruni juga menghasilkan sejumlah sumbangan bagi pengembangan Ilmu Bumi. Atas perannya itulah dia dinobatkan sebagai ‘Bapak Geodesi’. Dia juga memberi kontribusi signifikan dalam kartografi, geografi, geologi, serta mineralogi.
*Kartografi
Kartografi adalah ilmu tentang membuat peta atau globe. Pada usia 22 tahun, Al-Biruni telah menulis karya penting dalam kartografi, yakni sebuah studi tentang proyeksi pembuatan peta.
* Geodesi dan Geografi
Pada usia 17 tahun, Al-Biruni sudah mampu menghitung garis lintang Kath Khawarzmi dengan menggunakan ketinggian matahari. ”Kontribusi penting dalam geodesi dan geografi telah dibuat disumbangkan Al-Biruni. Dia telah memperkenalkan teknik mengukur bumi dan jaraknya menggunakan triangulasi,” papar John J O’Connor dan Edmund F Robertson dalam MacTutor History of Mathematics.
* Geologi
Al-Biruni juga telah menghasilkan karya dalam bidang geologi. Salah satunya, dia menulis tentang geologi India.
* Mineralogi
Dalam kitabnya berjudul Kitab al-Jawahiratau Book of Precious Stones, Al-Biruni menjelaskan beragam mineral. Dia mengklasifikasi setiap mineral berdasarkan warna, bau, kekerasan, kepadatan, serta beratnya.
* Metode Sains
Al-Biruni juga berperan dalam memperkenalkan metode saintifik dalam setiap bidang yang dipelajarinya. Salah satu contohnya, dalam Kitab al-Jamahirdia tergolong ilmuwan yang sangat eksperimental.
* Optik
Dalam bidang optik, Al-Biruni termasuk ilmuwan yang pertama bersama Ibnu Al-Haitham yang mengkaji dan mempelajari ilmu optik. Dialah yang pertama menemukan bahwa kecepatan cahaya lebih cepat dari kecepatan suara.
* Antropologi
Dalam ilmu sosial, Biruni didapuk sebagai antropolog pertama di dunia. Ia menulis secara detail studi komparatif terkait antropologi manusia, agama, dan budaya di Timur Tengah, Mediterania, serta Asia Selatan. Dia dipuji sejumlah ilmuwan karena telah mengembangkan antropologi Islam. Dia juga mengembangkan metodelogi yang canggih dalam studi antropologi.
* Psikologi Eksperimental
Al Biruni tercatat sebagai pelopor psikologi eksperimental lewat penemuan konsep reaksi waktu.
* Sejarah
Pada usia 27 tahun, dia menulis buku sejarah yang diberi judul Chronology. Sayangnya buku itu kini telah hilang. Dalam kitab yang ditulisnya Kitab fi Tahqiq ma li’l-Hindatau Penelitian tentang India, Al-Biruni telah membedakan antara menode saintifik dengan metode historis.
* Indologi
Dia adalah ilmuwan pertama yang mengkaji secara khusus tentang India hingga melahirkan indologi atau studi tentang India.
*Matematika
Dia memberikan sumbangan yang signifikan bagi pengembangan matematika, khususnya dalam bidang teori dan praktik aritmatika, bilangan irasional, teori rasio, geometri dan lainnya.

Minggu, 27 Maret 2011

Renungan

TANAH UNTUK NENEK DAN ANDY WARHOL

Seorang nenek berjalan terbungkuk-bungkuk oleh karung besar yang ia sandangkan di pundaknya. Pagi gelap di tengah luasnya perkebunan itu, cuaca tidak terlalu bersahabat. Masih terlihat beberapa genangan kecil sisa hujan lebat beberapa saat sebelumnya. Beberapa kali terlihat ia sapukan telapak kaki telanjangnya di genangan, entah untuk membersihkan kaki atau sekedar menyapa pagi.

Saya melihatnya dari balik jendela mobil offroad gagah beringas yang dikemudikan seorang teman. Teriakan Mick Jagger dari sound systemnya, buru-buru saya matikan. Masih dengan beringas, mobil itu dikemudikan ke arah sang nenek. Dengan ekspresi hormat, nenek itu menepi keluar dari garis jalan, bersusah payah mendongakkan kepalanya dan tersenyum menyapa.

Teman saya berhenti dan menawarkan tumpangan. Sebelum sang nenek menjawab, ia sudah melompat turun mengambil karung besar di pundak sang nenek, meletakkannya di bagasi dan membuka pintu untuk sang nenek. Melihatnya termangu ragu, teman saya kembali mempersilakan masuk.

Setelah mobil berjalan, teman saya menebak,”Mau ke pasar kan, nek?”. Sang nenek mengangguk takzim, lalu bertanya darimanakah kami sepagi ini sudah berada di tengah tempat yang menurutnya hanya layak dilintasi olehnya. Selagi saya masih takjub dengan fenomena ini, teman saya sudah asyik berbicang dengan sang nenek. Sang nenek bercerita tentang panen sayurannya yang agak terganggu belakangan ini, karena sejenis jamur yang menghinggapi dedaunannya. Karena jamur itu pula, ia hanya bisa memanggul kira-kira 10 kilogram hasil panen untuk dijual di pasar pagi itu. Tapi bagaimanapun juga, ia merasa lega, karena harga sayur hasil panennya sudah lebih baik sekarang: Rp. 1.000/kilogram.

Saya sempat melihat matanya berkilau ketika ia menceritakan rencananya untuk membeli beras, gula dan jajanan untuk cucunya dengan uang hasil panen. Sambil tetap mengemudikan mobilnya dengan beringas, teman saya menyarankan untuk memberi jarak yang lebih longgar untuk tanaman sayur sang nenek. Menurutnya, tanaman sayur sang nenek pasti akan berjamur di musim penghujan, jika kerapatan tanamnya tidak dikurangi. Sang nenek mendengar dengan serius, manggut-manggut, terdiam sejenak dan kemudian menanyakan jika ia harus mencabut beberapa tanamannya, ruang kosong itu bisa ditanami dengan sayuran jenis apa. Teman saya kemudian mulai menjelaskan banyak hal tentang sifat-sifat tanaman sayur, membuktikan pada dirinya sendiri, bahwa ia memang layak menyandang gelar akademis pertanian.

Tapi saya sudah terlanjur nanar. Kata-kata sang nenek yang menanyakan tentang bagaimana ia mengoptimalkan lahan sempitnya, bergaung memenuhi indra dengar saya, hingga saya tak mampu mendengar apa-apa lagi. Indra dengar saya terbuka kembali ketika sang nenek memperdengarkan doa untuk berterima kasih kepada kami. Puluhan, atau bahkan ratusan doa ia puisikan dari bibir tulusnya.

Setelah teman saya menurunkan karung besar sang nenek dan mempersilakannya turun, ia nyalakan kembali sound systemnya untuk berteriak-teriak lagi mengikuti Mick Jagger. Saya kecilkan suara sound systemnya, dan menanyakan apakah ia mengenal nenek tadi.

“Ya, ia tinggal di rumah kecil sebelah pos penghitungan hasil panen perkebunan ini. Suaminya sudah lama meninggal, anaknya lelakinya bekerja sebagai buruh di perkebunan, menantunya menjual nasi dan sayuran untuk makan siang buruh di sekitar rumahnya. Mereka menghidupi diri dari sayuran yang ditanam di seputar rumahnya”. Setelah membesarkan lagi dentuman The Rolling Stones, ia menepuk pundak saya dan berkata,”Orang-orang itu yang harusnya kuliah pertanian. Bukan orang kayak aku. Bener nggak?”

Saya mengangguk pelan, sambil bergumam lebih pelan lagi,”Orang-orang itu yang harusnya memiliki tanah berhektar-hektar, karena aku yakin, tidak sejengkalpun tanahnya akan dibiarkan terlantar.”

Menyadari bahwa mood saya agak berubah, teman saya mengalihkan tema pembicaraan,”Tahu nggak, Album The Rolling Stones ini covernya didesain Andy Warhol?”

Teman saya kemudian bercerita tentang Andy Warhol: seorang pelukis, pembuat film, pematung, penulis buku, ilustrator terkemuka yang mengumandangkan genre pop art, sampai ia dijuluki “The Pope of Pop”. The Economist -majalah ekonomi, politik, bisnis, keuangan, sains dan seni terkemuka yang sebaran distribusinya sampai ke Amerika Utara, Britania Raya, Eropa dan Asia Pasifik- menurunkan artikel tentangnya pada tahun 1963, ketika lukisannya yang berjudul “EIGHT ELVISES” terjual USD 100.000.000. Nilai yang meletakkannya dalam 5 besar jajaran lukisan dengan harga tertinggi di muka bumi setelah “No.5, 1948” karya Jackson Pollock yang terjual dengan harga USD 140 juta, “Woman III” karya Willem de Kooning yang terjual dengan harga USD 137,5 juta, “Portrait of Adele Bloch-Bauer I” karya Gustav Klimt yang terjual dengan harga USD 135 juta dan “Garçon à la pipe” karya Pablo Picasso yang terjual dengan harga USD 104,2 juta.

Samar-samar, saya mengingat Andy Warhol sebagai orang yang mengatakan bahwa setiap orang akan terkenal dalam hidupnya, setidaknya dalam 15 menit. Teman saya kemudian berkata bahwa banyak pernyataan Andy Warhol yang layak dikutip. Salah satu kutipan favoritnya adalah: having land and not ruining it, is the most beautiful art that anybody could ever want to own. Land really is the best art. Teman saya tertegun sejenak, tersadar dan berkata,”Wah, Andy Warhol layak juga ikut kuliah pertanian sama nenek tadi!”.

Saya tertegun agak lama, tersadar, kembali mengangguk pelan dan bergumam lebih pelan lagi,”Andy Warhol harusnya juga memiliki tanah berhektar-hektar, karena sepertinya, tidak sejengkalpun tanahnya akan dibiarkan terlantar”.

Begitu pelannya, sampai saya sendiri tidak mendengar